Memenangkan Peperangan Dalam Pikiran

. Hits: 248

Ringkasan Khotbah Minggu Sore, 27 Juni 2021 Oleh Pdt. Andrew M. Assa

Ketika musuh bisa masuk dan menguasai pikiran, kita hanya akan fokus pada masalah, musuh bisa menguasai jalan hidup kita, reaksi kita, dan emosi kita yang mempengaruhi iman. Amsal 23:7 [KJV], “For as he thinketh in his heart, so is he: Eat and drink, said he to the; but his heart is not with thee.” Sebagaimana yang ada dalam pikirannya, itulah dia. Apa yang menguasai pikiran kita? Kadangkala ketika iblis sedang mengepung kita, ada dua kemungkinan: orang itu lemah atau merasa kuat.

1.  Kemenangan di saat lemah.

     2 Tawarikh 20:1-2, Yosafat dikepung musuh dari empat penjuru. Waktu itu Yosafat menjadi sangat takut. 2 Tawarikh 20:12, “Kami tidak tahu apa yang harus kami lakukan, tetapi mata kami tertuju kepada-Mu." Yosafat tidak tahu harus berbuat apa. Saat stress, ijinkan mata kita tertuju pada Tuhan. 2 Tawarikh 20:3, “Yosafat menjadi takut, lalu mengambil keputusan untuk mencari TUHAN.”Dalam bahasa Ibrani, kata mencari menggunakan kata darash. Darash punya pengertian mencari Tuhan di dalam doa dan penyembahan (Ulangan 4:29). Ulangan 11:12, “suatu negeri yang dipelihara oleh TUHAN, Allahmu: mata TUHAN, Allahmu, tetap mengawasinya dari awal sampai akhir tahun.” Kata dipelihara juga menggunakan kata darash. Dalam pujian dan penyembahan, kita sedang dipelihara. Mata Tuhan mengawasi hidup kita, dari awal sampai akhir tahun. Ketika Yosafat tidak tahu harus berbuat apa, dia mencari Tuhan. Tuhan punya rencana saat Yosafat melewati masalah. Di situlah dia punya kemenangan besar dan luar biasa. Dia menang tanpa harus berperang, Tuhan yang membela, Tuhan beri kelimpahan, hanya dengan memuji Dia. 2 Tawarikh 20:30, “Dan kerajaan Yosafat amanlah, karena Allahnya mengaruniakan keamanan kepadanya di segala penjuru.” Dari empat penjuru datang musuh, tetapi ketika seseorang membawa bangsanya mencari Tuhan, mata Tuhan tertuju pada bangsa ini dari awal hingga akhir tahun. Tuhan lebih besar dari titik-titik kelemahan kita.

2.  Terlalu percaya pada kekuatannya.

     2 Samuel 11:1, Daud ada dalam zona nyamannya, dia ada dalam posisi terkuatnya. Daud tinggal di istana dan tidak berperang. Iblis terlalu licik, dia juga menyerang pada saat kita merasa kuat dan nyaman. Akhirnya Daud jatuh dalam dosa saat melihat Batsyeba. Yakobus 4:6, jangan merasa terlalu kuat. Kesombongan dan kecongkakan juga merupakan suatu perasaan insecure. Orang yang sombong justru sedang merasa tidak aman, dia tidak ingin diketahui kelemahannya. Ada saatnya Tuhan ingin kita bisa mengakui kelemahan kita. 2 Samuel 12:13, “Lalu berkatalah Daud kepada Natan: "Aku sudah berdosa kepada TUHAN.” Ini menjadi respon Daud saat nabi Natan menegurnya. Bahkan dalam Mazmur 51:13, Daud mengatakan, janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku! Dia mau selalu ditegur.

Zakharia 4:6-7 [KJV] - and he shall bring forth the headstone thereof with shoutings, crying, Grace, grace unto it.” Saat menghadapi gunung yang terlalu tinggi, serukanlah kasih karunia. Serukanlah anugerah karena kekuatan kita terbatas.

Zakharia 4:6-7 [FAYH], “Lalu ia berkata, "Begini firman TUHAN kepada Zerubabel, 'Bukan dengan keperkasaan atau dengan kekuatan, melainkan dengan Roh-Ku.' Demikianlah firman TUHAN semesta alam. ('Kamu akan berhasil karena Roh-Ku, walaupun kamu berjumlah sedikit dan lemah.') Karena itu, tidak ada gunung, betapapun tingginya, yang tahan menghadapi Zerubabel! Karena gunung itu akan menjadi rata di hadapannya! Dan Zerubabel akan menyelesaikan pembangunan Bait ini dengan sorak-sorai pengucapan syukur atas kemurahan TUHAN sambil menyatakan bahwa semua itu dilaksanakan hanya karena kasih karunia." Sekali pun kita lemah, Roh Tuhan bisa bekerja dalam kesalahan sekali pun. Bagaimana pun keadaan kita, seperti Yosafat yang tidak berdaya, atau sehat dan diberkati seperti Daud, semua karena kasih karunia Allah. Saat gunung batu di hadapan kita terlalu tinggi, serukan nama Yesus. Dia adalah kasih karunia itu sendiri.

Amin.