Yesus, Saya, dan Sesama

. Hits: 168

Ringkasan Khotbah Minggu Pagi, 28 April 2019 – Oleh Pdt. Peterus Rediwan

Empati adalah kemampuan memahami kondisi karena mungkin pernah mengalami hal yang sama di masa lalu, maka muncul pemahaman dan penerimaan, disertai dengan tindakan yang nyata.

Lukas 24:26 - “Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya?”

Untuk seseorang bisa masuk dalam kemuliaan, maka orang tersebut harus mengalami kemenangan. Untuk mendapat kemenangan, seseorang harus mengalami peperangan dan perjuangan. Dalam peperangan, orang bisa mengalami ketakutan, termasuk takut kalah. Hal ini wajar dialami. Yesus pun pernah merasa takut.

Lukas 22:44 - “Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa. Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah.” Ketakutan yang dialami Yesus beda dengan ketakutan kita, karena ketakutan kita selalu menyangkut pribadi kita. Dalam terjemahan KJV, tidak ditulis fear tetapi agony, yang artinya sebuah perjuangan yang luar biasa dan disaksikan banyak orang, melibatkan emosi, meskipun dalam perjuangan itu banyak mengalami penderitaan. Yesus bukan  penakut. Agony juga berarti pertandingan yang melatih diri untuk menjadi lebih baik.

Puncak dari sebuah pertandingan yang Yesus alami adalah saat Yesus di taman Getsemani. Saat Yesus bergumul dalam doa, Ia mengambil waktu yang cukup lama, sampai murid-murid tertidur. “Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah” (Lukas 22:44), darah Yesus bercampur keringat, pergumulan-Nya memainkan emosi yang luar biasa, hingga pembuluh darah-Nya pecah. Apa yang Yesus gumulkan? Bukan demi diri-Nya sendiri, tetapi untuk manusia, bahkan untuk orang-orang yang menyiksa dan menyalibkan diri-Nya.

Yesaya 53:4-5, Yesus menggumulkan banyak hal. Ia bergumul tentang sakit penyakit, baik fisik atau rohani. Bahkan yang belum kita alami. Ia juga berjuang untuk kelemahan-kelemahan kita. Berjuang untuk keselamatan bagi kita. Dalam pergumulan-Nya, Yesus berkata: Biarlah kehendak-Mu yang jadi”, Dia sudah menang. Dunia melihat Dia kalah, tetapi Allah melihat Yesus menang, karena pergumulan-Nya selesai. Siksaan dan salib hanya sebuah proses menuju kemenangan yang besar.

Ketika Yesus mati, dunia melihat-Nya kalah. Dengan bangkit, ada pembuktian Yesus menang atas maut. Kemuliaan didapat saat mengalami kemenangan. Kemuliaan bicara tentang hormat, pujian, kondisi yang sempurna dengan berkat-berkat yang sempurna. Saat bangkit, Yesus bukan lagi manusia. 1 Petrus 3:18 - “Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh. Kemuliaan bicara tentang sesuatu yang sempurna. Allah adalah Roh itu sendiri, bisa ada dimana-mana, tidak dibatasi ruang dan waktu. Kemuliaan itu tidak dinikmati diri-Nya sendiri. Kemuliaan yang sempurna, berkat yang sempurna, diberikan kepada kita, tanpa perlu bergumul di taman Getsemani.

Ibrani 9:28, kemuliaan yang Tuhan dapatkan diberikan kepada setiap orang percaya, yang menanti-nantikan Dia. Tuhan rindu kehidupan kita menjadi sempurna, sama seperti Bapa, juga sempurna. Ibrani 10:4, sempurna bicara utuh, komplit, selesai sampai tuntas. Saat Allah berurusan kehidupan manusia, Dia menyelesaikan dengan sempurna. Allah tahu yang terbaik. Allah mau kehidupan kita komplit.

Sebagaimana Yesus berempati yang luar biasa untuk hidup kita, Yesus pun ingin kita melakukan hal yang sama. Yohanes 17:21 - “supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.” Yesus sudah lakukan yang terbaik untuk kita, Tuhan ingin kita juga bergumul untuk orang lain. Ada modal luar biasa yang Tuhan berikan. Pertama, saat Yesus bergumul, murid-Nya tidur. Tetapi saat kita bergumul, ada Yesus yang menemani perjuangan kita. Ada penyertaan Tuhan. Kedua, apapun masalah pergumulan kita, Allah akan menyelesaikan pergumulan kita dengan sempurna, karena itu kerinduan hati-Nya. Maka, percayalah Tuhan selesaikan dengan sempurna.

Mengapa kita perlu mengalami pergumulan? Sebetulnya ini adalah berkat bagi orang yang merasakan hal yang sama dengan kita. Tuhan mau kita memancarkan kemuliaan Tuhan. Kita bisa ada bersama saudara kita dan menghibur mereka. Tuhan mau empati kita ada aksi nyata.

Amin.